Racau pada bibir bibir kerontang.
Tatkala diam, namun tergerak isyarat bayang.
Inginnya raih namun tak jua melayang.
Jadilah dakocan usang penuh bayang bayang.
Dengannya suburlah pada yang disebut kesia siaan.
Yang tergolek lesu seakan cerminan pada penderitaan.
Dikala acuh pada wicara, tidakkah bibir itu menahan dari kesalahan?
Yang kelak siap menerkam diri lagi kejam jua perlahan.
Mengapa?
Dikala suram tengah mencuat memicu kesal,
Atas kata tanpa arti lagi asal,
Muncul pilu ditambah sia sia nampak merajuk penuh sesal?
Dimana gerangan kebenaran kelak berasal?
Lalu,
Bibir siapa kah kelak meng hardik atas bibir bibir itu?
Tuk mengubur dusta penuh pilu.
Sedang bibir itu tak sampai jua mencanangkan gerutu.
Namun hanya menghujam segudang asap janji yang berlalu.
.
[Taaan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar